Welcome In My Blog

Sabtu, 28 Januari 2012

Setia

Seekor anjing bernama Desher dengan setia menemani bocah cilik berusia 4tahun bernama Millie Kwast yang tinggal di Glen Rock,sebuah stasiun di kawasan penghasil anggur, Hunter Valley di utara Sidney. Suatu ketika Millie tersesat saat ia berjalan bersama anjingnya itu, ia lantas berlindung di balik semak dan memeluk anjingnya agar tetao hangat di malam hari. Millie ditemukan seorang teman keluarganya tengah duduk dalam parit yang berjarak 2 km dari rumahnya. Sepanjang bertahan 24 jam,Millie mengaku melihat beberapa kenguru dan helikopter,dan ia juga mendengar namanya di panggil-panggil. Hal yang paling mengagumkan adalah Millie selamat tanpa luka sedikitpun. Begitu setianya sang anjing menemani tuannya, bahkan sampai saat yang paling tidak mengenakkan.

Engga Sombong

Hidup penuh dengan kompetisi. Sejak kita lahir kita telah diperhadapkan pada persaingan. Sering banget kan waktu kecil kita bersaing sama adik atau kaka buat dapetin kasih sayang Orang Tua. Terus di sekolah,kita bersaing dengan teman-teman sekelas buat dapetin rangking 1. Setelah bekerja pun,yang namanya persaingan tetp aja ada. Bersaing untuk dapetin posisi yang tinggi di kantor,bersaing dengan perusahaan lain buat menangin tender,dan bersaing untuk menguasai pasar. Persaingan bisa memacu manusia untuk maju tapi juga bisa memicu manusia untuk sombong. Manusia bahkan menghalalkan segala cara buat bisa mengalahkan orang lain. Mulai dari nyontek pekerjaan teman,memfitnah,merusak image orang lain sampe pencurian ide. Bersaing sih boleh-boleh saja tapi bersainglah dengan sehat,jangan sampai merugikan orang lain. Be careful Sob. Orang yang motivasinya engga bener akan bersaing buat nunjukkin "Ini loh gue.. Gue yang paling berjasa. Kalo engga ada gue apa jadinya.." Remember kalo anak Tuhan engga berkompetisi buat kesombongan. Tuhan menginginkan kita anak-anaknya memiliki kerendahan hati dan bersaing dalam hal melayani antara satu dengan yang lain. Dan ketika kita memposisikan diri kita sebagai pelayan maka engga akan ada alasan bagi kita untuk engga memberikan yang terbaik. Kompetitor bukanlah musuh melainkan sahabat yang membuat kita semakin maju. So,bersainglah dengan sehat. Miliki motivasi yang benar yaitu berkopetisi untuk maju bukan untuk kesombongan diri sendiri.

Kamis, 19 Januari 2012

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME

Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang. Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan, karena kurang menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada kemampuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan. Pada hal semuanya itu ibaratkan motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progress. Oleh karena itu kemajuan atau progress ini menjadi inti perhatian progressivisme, maka, beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang oleh progresivisme merupakan bagian-bagian utama dari kebudayaan. Progresivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, kesejahteraan, mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asa eksperimen yang merupakan untuk menguji kebenaran suatu teori. Sedangkan dinamakan environmetalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian. Progresivisme yang lahir sekitar abad ke-20 merupakan filsafat yang bermuara pada aliran filsafat pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859- 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup praktis. Filsafat progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme dimana telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu manusia dalam hidupnya untuk tetap survive terhadap semua tantangan, harus pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya. Di sini kita bisa menganggap bahwa filsafat progressivisme merupakan The Liberal Road of Culture (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka sehingga menuntut untuk selalu maju bertindak secara konstruktif, inovatif dan reformatif, aktif serta dinamis. Untuk mencapai perubahan tersebut manusia harus memiliki pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel, curious (ingin mengetahui dan menyelidiki), toleran dan open minded. Filsafat progressivisme telah memberikan kontribusi yang besar di dunia pendidikan, dimana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik. Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berfikir, guna mengembangakan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Berdasarkan pandangan di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat progressivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru. A. ONTOLOGI Sifat utama darai pragmatisme mengenai realita, sebenarnmya dapat dikatakan John Dewey, dalam bukunya yang berjudul Creative Intelligence, mengatakan; “….. dengan tepat bahwa tiada teori realita yang umum.” Diantara kaum pragmatis – jadi progresivis – John Dewey mempunyai pandangan yang ekstrim, sebab tokoh-tokoh lain tidaklah demikian. Mereka mengatakan bahwa metafisika itu ada, karena pragmatisme mempunyai konsep tentang eksistensi. Misalnya, dari sudut eksistensi alam bukanlah diartikan sebagai pengertian yang substansial, melainkan diartikan atau dipandang dari sudut prosesnya. Uraian di atas menunjukkan bahwa ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan, tindakan dan perbuatan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak. Jelaslah, bahwa selain kemajuan atau progress, lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme. Sehubungan dengan ini, menurut progresivisme, ide-ide, teori-teori atau cita-cita tidaklah cukup diakui sebagai hal-hal yang ada, tetapi yang ada ini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud-maksud yang lainnya. di samping itu manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan dan yang silih berganti. Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri). B. EPISTIMOLOGI Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis. Tinjauan mengenai realita di atas memberikan petunjuk pragmatisme lebih mengutamakan pembahasan mengenai epistemologi daripada metafisika. Misal yang jelas adalah tinjauan mengenai kecerdasan dan pengalaman – yang keduanya tidak dapat dilepaskan satu sama lain – agar dapat dimengerti arti masing-masing itu. Pengetahuan yang merupakan hasil dari aktivitas tertentu diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalam dan kontak dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan yang diperoleh melalui catata-catatan – buku-buku, kepustakaan. Untuk mengtahui teori pengetahuan yang dimaksud, perlu kiranya menunjau istilah-istilah dan arti seperti induktif, rasional dan empirik. Induktif merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan mengambil data khusus terlebih dahulu dan diikuti dengan penarikan kesimpulan secara umum. Deduktif adalah sebaliknya, artinya dengan pengetahuan yang diperoleh dengan berlandaskan ketentuan umum yang berupa postulat –postulat dan spekulatif. Dalam epistemologi, rasional berarti suatu pandangan bahwa akal adalah instrument utama bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Empirik adalah sifat pandangan bahwa persepsi indera adalah media yang memberikan jalan bagi manusia untuk memahami lingkungan. Fakata yang masih murni saja – yang belum diolah atau disusun – belum merupakan pengetahuan. Sehingga masih membutuhkan pengorganisasian tertentu dari “bahan-bahan mentah” tersebut. Pengetahuan harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan. Oleh sebab adanya prisip-prinsip epistemologi tersebut di atas, progresivisme mengadakan pembedaan anatara pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan adalah kumpulan kesan-kesan dan penerangan yang terhimpun dari pengalaman yang siap untuk digunakan. Sedangkan kebenaran ialah hasil tertentu dari usaha untuk mengetahui, memiliki dan mengarahklan beberapa segmen pengetahuan agar dapat menumbuhkan petunjuk atau penyelesaian pada situasi tertentu yang mungkin keadaannya kacau. Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan adanya hubungan anatara manusia dengan lingkungan, baik yang berwujud lingkungan fisik, maupun kebudayaan atau manusia. Sementara kaum realis modern, pragmatis, empirisis logis, atau naturalis mengambil tesis falibilistik bahwa pengetahuan adalah bersifat kontingen dari perubahan serta kebenaran bersifat relatif sesuai dengan kondisinya. Dari sini, epistemologi adalah bidang tugas filsafat yang mencakup identifikasi dan pengujian kriteria pengetahuan dan kebenaran. Pernyataan kategoris yang menyebutkan bahwa “ini kita tahu” atau “ini adalah kebenaran” merupakan pernyataan-pernyataan yang penuh dengan makna bagi para pendidik karena sedikit banyak hal tersebut bertaut dengan tujuan pendidikan yang mencakup pencarian pengetahuan dan perburuan kebenaran. C. AXIOLOGI Aksiologi berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya teori nilai, penyelidikan tentang kodrat, kriteria dan status metafisik dari nilai. Nilai tidak timbul dengan sendirinya, melainkan ada faktor-faktor yang merupakan pra syarat. Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, sehingga memungkinkan adanya relevansi seperti yang ada dalam masyarakat pergaulan. Oleh karena adanya faktor-faktor yang menentukan adanya nilai, maka makna nilai itu tidaklah bersifat eksklusif. Ini berarti berbagai jenis nilai seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada bila menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan. Berdasarkan pandangan diatas, progresivisme tidak mengadaklan pembedaan tegas antara nilai instrinsik dan nilai instrumental. Dua jenis nilai ini saling bergantung satu sama lain seperti juga halnya pengetahuna dan kebenaran. Misalnya bila dikatakan bahwa kesehatan itu selalu bernilai baik tidaklah semata-mata suatu ilustrasi tentang nilai instrinsik. Nilai kesehatan akan dihayati oleh manusia dengan lebih nyata bila dihubungkan dengan segi-segi yang bersifat operasional; bahwa kesehatan yang baik akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat. Hubungan timbal balik dua sifat nilai instrinsik dan instrumental ini – menyebabkan adanya sifat perkembangan dan perubahan pada nilai. Nilai-nilai yang sudah tersimpan sebagai bagian dari kebudayaan itu ditampilkan sebagai bagian dari pengalaman, sedang individu-individu mampu untuk mengadakan tinjauan dan penentuan mengenai standar sosial tertentu. Karena itu nilai merupakan bagian integral dari pengalaman dan bersifat relative, temporal dan dinamis. Maka sifat perkembangannya berdasarkan pada dua hal; untuk diri sendiri dalam arti kebaikan instrinsik dan untuk lingkungan yang lebih luas dalam arti kebaikan instrumental. aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai. Terdapat dua kategori dasar aksiologis; (1) objectivism dan (2) subjectivism. Keduanya beranjak dari pertanyaan yang sama: apakah nilai itu bersifat bergantung atau tidak bergantung pada manusia (dependent upon or independent of mankind)? Dari sini muncul empat pendekatan etika, dua yang pertama beraliran obyektivis, sedangkan dua berikutnya beraliran subyektivis. KESIMPULAN Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran Progressivisme mengakui dan berusaha mengembangakan asas Progressivisme dalam semua realitas, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang. Ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan, tindakan dan perbuatan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak. Dalam epistemologi, rasional berarti suatu pandangan bahwa akal adalah instrument utama bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Empirik adalah sifat pandangan bahwa persepsi indera adalah media yang memberikan jalan bagi manusia untuk memahami lingkungan. Fakata yang masih murni saja – yang belum diolah atau disusun – belum merupakan pengetahuan. Sehingga masih membutuhkan pengorganisasian tertentu dari “bahan-bahan mentah” tersebut. Nilai tidak timbul dengan sendirinya, melainkan ada faktor-faktor yang merupakan pra syarat. Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, sehingga memungkinkan adanya relevansi seperti yang ada dalam masyarakat pergaulan. Oleh karena adanya faktor-faktor yang menentukan adanya nilai, maka makna nilai itu tidaklah bersifat eksklusif. Ini berarti berbagai jenis nilai seperti benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada bila menunjukkan adanya kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan. DAFTAR BACAAN Bakry, Hasbullah, Sitematik Filsafat (Widjaya, Yogyakarta, 1970). Idris, H. Sahara dan Jamal, H Lisman, Pengantar Pendidikan (Grasindo, 1992) Sumitro, Dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan, IKIP Yogyakarta

Filsafat Pendidikan Esensialisme

A. Pengertian Esensialisme Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak peradaban umat manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.[1] Menurut esensialisme pendidikan harus bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya, dan kekuatannya sepanjang[2] masa sehingga nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya / sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang berbentuk secara berangsur-angsur melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, di dalam telah teruji dalam gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.[3] B. Sejarah Lahirnya Aliran Esensialisme Esensialisme muncul pada zaman Renaissance, ia memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh flexibilitas dimana terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir esensialisme, karena timbul di zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan ciri modern. Aliran muncul sebagai reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis, abad pertengahan. Maka disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.[4] C. Dasar Filosofis filsafat Pendidikan Esensialisme Esensialime dalam melakukan gerakan pendidikan bertumpu pada mazhab filsafat idealisme dan realisme, meskipun kaum idealisme dan kaum realisme berbeda pandangan filsafatnya, mereka sepaham bahwa : [5] a. Hakikat yang mereka anut makna pendidikan bahwa anak harus menggunakan kebebasannya, dan ia memerlukan disiplin orang dewasa untuk membantu dirinya sebelum sendiri dapat mendisiplinkan dirinya. b. Manusia dalam memilih suatu kebenaran untuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya mengandung makna pendidikan bahwa generasi perlu belajar untuk mengembangkan diri setinggi-tingginya dan kesejahteraan sosial. D. Karakteristik Filsafat Pendidikan Esensialisme Ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh Welli am.c.Bagley adalah sebagai berikut : [6] 1. Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam jiwa. 2. Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spesies manusia. 3. Mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Di kalangan individu maupun bangsa, kebebasan yang sesungguhnya selalu merupakan sesuatu yang dicapai melalui perjuangan tidak pernah merupakan pemberian. 4. Esensialisme menawarkan teori yang kokoh kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progressive) memberikan sebuah teori yang lemah. E. Teori Pendidikan Esensialisme [7] 1. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan esensialisme adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, dasar bertahan sepanjang waktu untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang tepat untuk membentuk unsur-unsur yang inti (esensiliasme), sebuah pendidikan sehingga pendidikan bertujuan mencapai standart akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan. 2. Metode pendidikan a. Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered) b. Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka harus dipaksa belajar. c. Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas, penguasaan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca. 3. Pelajar Siswa adalah mahluk rasional dalam kekuasaan fakta & keterampilan-keterampilan pokok yang siap melakukan latihan-latihan intelektif atau berfikir. 4. Pengajar 1. Peranan guru kuat dalam mempengaruhi & menguasai kegiatan –kegiatan di kelas. 2. Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawasan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan.[8] F. Tokoh-Tokoh Esensliasme dan Panangannya Adapun pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama:[9] 1. Johan Amos Cornenius (1592-1670) yaitu agar segala sesuatu diajarkan melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. 2. Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan artinya adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran. 3. William T. Harris (1835-1909) tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat. Tokoh lainnya antara lain: a. George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) Mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. b. George Santayana Dia memadukan antara aliran idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.[10] Kesimpulan Aliran esensialisme merupakan salah satu bentuk aliran yang muncul dalam filsafat pendidikan modern, dengan corak berfikirnya yang fleksibilitas, terbuka dalam perubahan, toleran dan tidak ada keterikatan dengan doktrin tertentu. Aliran ini banyak digunakan dalam lembaga pendidikan, sekalipun terdapat juga beberapa kelemahannya. DAFTAR PUSTAKA Idi Abdullah, Jalaluddin. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997. Fadliyanur. Aliran Esensialisme. http://www.blogspot.com/05/2008 http://pendidikan-infogue.com/aliran-aliran pendidikan. http://www.pak guru online pendidikan.net/buku tua pak guru dasar Kppd/htme//top. http://one.indosskripsi.com / aliran-aliran pendidikan

FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME

FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME According to the pragmatic theory of truth, a proposition is true in so far as it works or satisfies, working or satisfying being described variously by different exponent on the view (Charles S. Pierce) MTP-UNJA 2009 Pendahuluan Filsafat pragmatisme muncul bersamaan dengan munculnya tokoh di Amerika yang lahir pada tahun 1842, yaitu William James. Tokoh lain dalam faham ini adalah John Dewey dan F.C.S. Schiller. William James berusia sekitar 68 tahun (1842-1910). James adalah guru besar di Universitas Harvard dari tahun 1881 sampai tahun 1907. Ia menentang teori filsafat materialisme tentang alam. Ia juga telah memaparkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam metode metafisika. Selain itu, dirinya juga menolak teori dialektika. Namun disisi lain, ia menegaskan dukungannya terhadap doktrin irrasionalisme dan menguatkan analisanya tentang akal yang dinilainya sebagi aliran-aliran kesadaran. James banyak terpengaruh oleh C.S. Pierce. Hasil karyanya yang terkenal adalah “Pragmatisme” (1907).[1] Toko ini juga berjasa dalam bidang lain, terutama dalam bidang psikologi. Hasil karyanya yang lain adalah bukunya yang berjudul “The Meaning of Truth”. Tokoh yang sejalan pemikirannya dengan William James adalah John Dewey yang hidup antara tahun 1859 – 1952. Tokoh asal Amerika ini memiliki pengaruh yang sangat luas di bidang kajian ilmiah. Problematika nilai merupakan konsentrasi utama kajiannya. Puncak kajiannya adalah revolusi di bidang pendidikan. Berbagai program pendidikan yang dinilai Dewey sebagai kriteria pendidikan yang maju dan progressif adalah kesimpulan alami dari keseluruhan filsafatnya. Dewey banyak terpengaruh oleh pemikiran C.S.Pierce. Pragmatisme (dari bahasa Yunani: pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan) merupakan sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James (1842 – 1910) di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Istilah pragmaticisme ini diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sebagai doktrin pragmatisme. Doktrin dimaksud selanjutnya diumumkan pada tahun 1978. Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (1859 – 1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan pendidikan. Tulisan ini sendiri selanjutnya akan mendeskripsikan pemikiran John Dewey tentang pragmatisme pendidikan. Kehidupan John Dewey John Dewey merupakan filosof, psikolog, pendidik dan kritikus sosial Amerika. Ia dilahirkan di Burlington, Vermont, tepatnya tanggal 20 Oktober 1859. Pada tahun 1875, Dewey masuk kuliah di University of Vermont dengan spesifikasi bidang filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Setelah tamat, ia mengajar sastra klasik, sains, dan aljabar di sebuah sekolah menengah atas di Oil City, Pensylvania tahun 1879-1881. Bersama gurunya, H.A.P. Torrey, Dewey juga menjadi tutor pribadi di bidang filsafat. Selain itu, Dewey juga belajar logika kepada Charles S. Pierce dan C.S. Hall, salah seorang psikolog eksperimental Amerika. Selanjutnya, Dewey melanjutkan studinya dan meraih gelar doktor dari John Hopkins University tahun 1884 dengan disertasi tentang filsafat Kant. Dewey kemudian mengajar di University of Michigan (1884-1894), menjadi kepala jurusan filsafat, psikologi dan pendidikan di University of Chicago tahun 1894. Pada tahun 1899, Dewey menulis buku The School and Society, yang memformulasikan metode dan kurikulum sekolah yang membahas tentang pertumbuhan anak. Dewey banyak menulis masalah-masalah sosial dan mengkritik konfrontasi demokrasi Amerika, ikut serta dalam aktifitas organisasi sosial dan membantu mendirikan sekolah baru bagi Social Reseach tahun 1919 di New York. Sebagian besar kehidupan Dewey dihabiskan dalam dunia pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan yang disinggahi Dewey adalah University of Michigan, University of Colombia dan University of Chicago. Tahun 1894 Dewey memperoleh gelar Professor of Philosophy dari Chicago University. Dewey akhirnya meninggal dunia tanggal 1 Juni 1952 di New York dengan meninggalkan tidak kurang dari 700 artikel dan 42 buku dalam bidang filsafat, pendidikan, seni, sains, politik dan pembaharuan sosial. Diantara karya-karya Dewey yang dianggap penting adalah Freedom and Cultural, Art and Experience, The Quest of Certainty Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925), dan yang paling fenomenal Democracy and Education (1916). Gagasan filosofis Dewey yang terutama adalah problem pendidikan yang kongkrit, baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Reputasinya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam filsafat pendidikan progresif di Amerika. Pengaruh Dewey di kalangan ahli filsafat pendidikan dan filsafat umumnya tentu sangat besar. Namun demikian, Dewey juga memiliki sumbangan di bidang ekonomi, hukum, antropologi, politik serta ilmu jiwa. Pembahasan Tentang Pragmatisme Pragmatisme pada dasarnya merupakan gerakan filsafat Amerika yang begitu dominan selama satu abad terakhir dan mencerminkan sifat-sifat kehidupan Amerika. Demikian dekatnya pragmatisme dangan Amerika sehingga Popkin dan Stroll menyatakan bahwa pragmatisme merupakan gerakan yang berasal dari Amerika yang memiliki pengaruh mendalam dalam kehidupan intelektual di Amerika. Bagi kebanyakan rakyat Amerika, pertanyaan-pertanyaan tentang kebenaran, asal dan tujuan, hakekat serta hal-hal metafisis yang menjadi pokok pembahasan dalam filsafat Barat dirasakan amat teoritis. Rakyat Amerika umumya menginginkan hasil yang kongkrit. Sesuatu yang penting harus pula kelihatan dalam kegunaannya. Oleh karena itu, pertanyan what is harus dieliminir dengan what for dalam filsafat praktis. Membicarakan pragmatisme sebagai sebuah paham dalam filsafat, tentu tidak dapat dilepaskan dari nama-nama seperti Charles S. Pierce, William Jamess dan John Dewey. Meskipun ketiga tokoh tersebut dimasukkan dalam kelompok aliran pragmatisme, namun diantara ketiganya memiliki fokus pembahasan yang berbeda. Charles S. Pierce lebih dekat disebut filosof ilmu, sedangkan William James disebut filosof agama dan John Dewey dikelompokkan pada filosof sosial. Pragmatisme sebagai suatu interpretasi baru terhadap teori kebenaran oleh Pierce digagas sebagai teori arti. Dalam kaitan dengan ini, dinyatakan: According to the pragmatic theory of truth, a proposition is true in so far as it works or satisfies, working or satisfying being described variously by different exponent on the view (Menurut teori pragmatis tentang kebenaran, suatu proposisi dapat disebut benar sepanjang proposisi itu berlaku [works] atau memuaskan [satisfies], berlaku dan memuaskannya itu diuraikan dengan berbagai ragam oleh para pengamat teori tersebut). Sementara itu, James menominalisasikan pragmatisme sebagai teori cash value. James kemudian menyatakan: “True ideas are those that we can assimilate, validate, corrobrate, and verify. False ideas are those that we can not” (Ide-ide yang benar menurut James adalah ide-ide yang dapat kita serasikan, kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa. Sebaliknya ide yang salah adalah ide yang tidak demikian). Untuk membedakan dengan dua pendahulunya tersebut, Dewey menamakan pragmatisme sebagai instrumentalisme. Instrumentalisme sebenarnya sebutan lain dari filsafat pragmatisme, selain eksperimentalisme. Pierce memaksudkan pragmatisme untuk membuat pikiran biasa menjadi ilmiah, tetapi James memandangnya sebagai sebuah filsafat yang dapat memecahkan masalah-masalah metafisik dan agama. Bahkan lebih jauh, James menganggapnya sebagai theory of meaning dan theory of truth. Instrumentalisme John Dewey (pragmatisme) sebenarnya mempunyai akar pada tokoh-tokoh filsuf yang mendahuluinya. Namun karena John Dewey adalah seorang empiris, maka filsuf-filsuf empiris Inggris justru mempunyai pengaruh yang sangta besar terhadap perkembangan pemikiran Dewey sendiri. Salah seorang tokoh yang berpengaruh pada Dewey adalah Francis Bacon. Sebagai seorang empiris, Bacon menolak ilmu pengetahuan pada masanya yang baginya ilmu pengetahuan itu tidak menyentuh realitas. Karena itu Bacon memaknai ilmu pengetahuan itu secara baru yaitu ilmu pengetahuan yang diabdikan demi kebutuhan praktis manusia. Dalam hal ini, Bacon tidak menolak secara mutlak keberadaan ilmu pengetahuan, namun yang penting baginya adalah bahwa ilmu pengetahuan memiliki makna praktis bagi kehidpan manusia. Dari sekian banyak filsuf yang turut mendukung kelahiran teori pragmatisme Bacon adalalah salah seorang filsuf yang diakui oleh Dewey. Bagi Dewey, Bacon adalah seorang nabi inspirator pemikiran modern. Hal ini nampak sekali dalam sumbangan pemikiran pragmatismenya. Dua sumbangan pemikiran Bacon yang sangat berpengaruh dalam pemikiran Dewey adalah sebagai berikut: Pertama, dalam sikap, ilmu adalah pekerjaan sosial, karena itu ilmu tidak ditatap secara lepas dari lingkup kebutuhan manusia yang praktis. Kedua, ilmu bukan renungan mendalam seorang individu belaka, akan tetapi lebih merupakan pekerjaan sosial yang didalamnya sekelompok orang turut berpartisipasi dan terikat dalam satu tujan tertentu. Bagi Dewey, Instrumentalisme adalah berpikir logis bergantung pada tujuan kehidupan praktis. Kehidupan yang dimaksud di sini adalah hubungan dengan situasi yang ada baik alamiah maupun sosial dan kebutuhan praktis ini sekaligus mengarahkan pikiran kita. Karena itu menurut Dewey, berpikir hanyalah muncul jika dibutuhkan situasi. Misalnya: Manusia adalah manusia yang selalu bertindak. Dalam situasi tertentu tindakannya itu bisa terhambat, maka manusia itu kemudian mulai merancang suatu pemikiran demi kebutuhan praktisnya dalam situasi tersebut. Rancangan itu adalah sesuatu yang belum terlaksana. Pemikiran tercipta karena ada stimulus yang merangsangnya. Menurut Dewey, berpikir adalah mentransformasikan suatu situasi yang kacau – balau, situasi yang tidak menguntungkan, kegelapan, ke situasi yang lebih terang, tenang, dan harmonis. Jadi, pemikiran hanyalah sebuah alat untuk mengatasi suatu masalah atau menangani krisis dalam situasi konkret. Tugas dari pemikiran adalah menemukan alat atau sarana dalam lingkup konkret demi tujuan praktis yang dibutuhkan dalam kehidupan. Dewey tertarik pada penerapan filsafat atas persoalan-persoalan sosial yang semakin nyata, rumit dan membingungkan yang dihadapi di Amerika pada waktu itu. Berhadapan dengan persoalan-persoalan ini, metode instrumentalisme menjadi efektif untuk digunakan karena metodenya memperlakukan ide-ide untuk menyelesaikan persoalan-persoalan praktis. Penekanan Dewey dalam metode instrumentalismenya adalah pada praktek, yakni pada keterlibatan aktual atau partisipasi aktif dimana kita belajar dengan mengerjakannya (learning by doing). Oleh karena itu dengan teori yang demikian, ajaran Dewey disebut instrumentalisme yang baginya merupakan teori mengenai bentuk konsepsi penalaran umum yang merupakan kekhasan dalam pemikiran untuk memperkuat konsekuensi selanjutnya. Dewey sendiri mengartikan instrumentalisme sebagai usaha menyusun teori logis mengenai konsep-konsep, keputusan-keputusan dan kesimpulan-kesimpulan dalam penentuan eksperimental bagi kensekuensi-konsekuensi selanjutnya dalam praksis. Dewey merumuskan esensi instrumentalisme pragmatis sebagai to conceive of both knowledge and practice as means of making good excellencies of all kind secure in experienced existence. Demikianlah, Dewey memberikan istilah pragmatisme dengan instrumentalism, operationalism, functionalism, dan experimentalism. Disebut demikian karena menurut aliran ini bahwa ide, gagasan, pikiran, dan inteligent merupakan alat atau instrumen untuk mengatasi kesulitan atau persoalan yang dihadapi manusia. Pemahaman terhadap Dewey menjadi jelas jika menelusuri pandangannya mengenai pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan. John Dewey dianggap seorang empiris karena baginya, pemikiran harus berpijak pada penggalaman (experience), dan bergerak kembali menuju ke pengalaman-pengalaman. Jadi, baginya titik tuju dan titik tolak dari pemikiran adalah pengalaman. Pada mulanya pemikiran bangkit karena adanya pengalaman (contoh; yang menyulitkan) dan pada akhirnya pemikiran membuat pemecahan yang akan mempunyai akibat merubah situasi, yang berarti juga pengalaman itu selanjutnya( yang akan datang). Konsep kunci filsafat Dewey adalah pengalaman. Filsafat harus berpangkal pada pengalaman-pengalaman dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Karena itu, bagi Dewey seorang filsuf harus peka akan pentingnya pengalaman. Pada awalnya Dewey tertarik pada teori pengalaman yang dikembangkan oleh kaum Hegelian, tetapi kemudian ia mengembangkan suatu teori semacam neo-empirisme. Ada 3 hal pemikiran pokok mengenai pengalaman yang menurut Dewey diabaikan oleh para pemikir idealis, yakni: Pengabaian terhadap pengalaman bertindak. Penolakannya terhadap gagasan mengenai suatu hal yang merupakan kesatuan yang menyeluruh. Anggapannya bahwa kaum Hegelian dan idealis mengenai kodrat alam yang terlalu mengeneralisasikan sehingga menuntun pada proyeksi kosmis yang keliru. Dengan meninggalkan pemikiran Hegelian ini, Dewey kemudian beranggapan bahwa pengalaman merupakan interaksi suatu organisme dan lingkungan, alam dan masyarakatnya. Menurutnya pengalaman merupakan pertemuan non-reflektif dengan suatu situasi seperti halnya makan donat, menikmati pemandangan, dan bercanda dengan teman. Pengalaman sangat erat kaitannya dengan proses berpikir. Karena proses berpikir pada akhirnya tertuju pada pengalaman tersebut. Gerak pemikiran manusia dibangkitkan dengan suatu keadaan yang menimbulkan permasalahan di dunia sekitar kita dan gerak itu berakhir dalam berbagai perubahan. Pengalaman langsung bukanlah soal pengetahuan yang mengandung di dalamnya pemisahan antara subjek dan objek, pemisahan antara pelaku dan sasarannya. Dalam pengalaman keduanya dipersatukan. Kalau terjadi pemisahan antara pelaku dan objek, hal itu bukan merupakan pengalaman, melainkan suatu hasil refleksi atas pengalaman tadi. Menurut Dewey ada 2 hal yang mempengaruhi lahirnya konsep baru mengenai pengalaman dan relasinya dalam pengalaman dan penalaran. Pertama, perubahan mengenai kodrat pengalaman itu sendiri. Kedua, perkembangan suatu bidang psikologi yang berlandaskan pada biologi. Perkembangan biologi membuat segala sesuatu menjadi berubah. Prinsipnya kalau ada kehidupan pastilah ada tingkah laku dan tindakan. Namun penyesuaian diri itu bukanlah suatu hal yang pasif tetapi aktif, sebab organisme bertindak terhadap lingkungan tersebut dengan memberikan perubahan terhadapnya sesuai dengan usahanya dalam mempertahankan kehidupan dan menghadapi lingkungannya. Dalam hal ini pengalaman merupakan proses timbal balik dan saling mempengaruhi antara makhluk hidup dan lingkungannya dalam rangka menuju ke kehidupan yang lebih baik. Bagi Dewey pengalaman adalah lingkungan yang merangsang organisme untuk memodifikasi lingkungan itu dalam hubungan timbal balik. Pemikiran John Dewey Tentang Pendidikan Pengalaman dan Pertumbuhan Pemikiran John Dewey banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Charles Darwin (1809-1882) yang mengajarkan bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu proses, dimulai dari tingkatan terendah dan berkembang maju dan meningkat. Hidup tidak statis, melainkan bersifat dinamis. All is in the making, semuanya dalam perkembangan. Pandangan Dewey mencerminkan teori evolusi dan kepercayaannya pada kapasitas manusia dalam kemajuan moral dan lingkungan masyarakat, khusunya malalui pendidikan. Menurut Dewey, dunia ini penciptaannya belum selesai. Segala sesuatu berubah, tumbuh, berkembang, tidak ada batas, tidak statis, dan tidak ada finalnya. Bahkan, hukum moral pun berubah, berkembang menjadi sempurna. Tidak ada batasan hukum moral dan tidak ada prinsip-prinsip abadi, baik tingkah laku maupun pengetahuan. Pengalaman (experience) adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Pengalaman merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses yang saling mempengaruhi antara organisme yang hidup dalam lingkungan sosial dan fisik. Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju pengalaman. Untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut diperlukan pendidikan yang merupakan transformasi yang terawasi dari keadaan tidak menentu ke arah keadaan tertentu. Pandangan Dewey mengenai pendidikan tumbuh bersamaan dengan kerjanya di laboratorium sekolah untuk anak-anak di University of Chicago. Di lembaga ini, Dewey mencoba untuk mengupayakan sekolah sebagai miniatur komunitas yang menggunakan pengalaman-pengalaman sebagai pijakan. Dengan model tersebut, siswa dapat melakukan sesuatu secara bersama-sama dan belajar untuk memantapkan kemampuannya dan keahliannya. Sebagai tokoh pragmatisme, Dewey memberikan kebenaran berdasarkan manfaatnya dalam kehidupan praktis, baik secara individual maupun kolektif. Oleh karenanya, ia berpendapat bahwa tugas filsafat memberikan garis-garis arahan bagi perbuatan. Filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran metafisik yang sama sekali tidak berfaedah. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara aktif dan kritis. Dengan cara demikian, filsafat menurut Dewey dapat menyusun norma-norma dan nilai-nilai. Tujuan Pendidikan Dalam menghadapi industrialisasi Eropa dan Amerika, Dewey berpendirian bahwa sistem pendidikan sekolah harus diubah. Sains, menurutnya, tidak mesti diperoleh dari buku-buku, melainkan harus diberikan kepada siswa melalui praktek dan tugas-tugas yang berguna. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan dari pada melalui buku. Dewey percaya terhadap adanya pembagian yang tepat antara teori dan praktek. Hal ini membuat Dewey demikian lekat dengan atribut learning by doing. Yang dimaksud di sini bukan berarti ia menyeru anti intelektual, tetapi untuk mengambil kelebihan fakta bahwa manusia harus aktif, penuh minat dan siap mengadakan eksplorasi. Dalam masyarakat industri, sekolah harus merupakan miniatur lokakarya dan miniatur komunitas. Belajar haruslah dititiktekankan pada praktek dan trial and error. Akhirnya, pendidikan harus disusun kembali bukan hanya sebagai persiapan menuju kedewasaan, tetapi pendidikan sebagai kelanjutan pertumbuhan pikiran dan kelanjutan penerang hidup. Sekolah hanya dapat memberikan kita alat pertumbuhan mental, sedangkan pendidikan yang sebenarnya adalah saat kita telah meninggalkan bangku sekolah, dan tidak ada alasan mengapa pendidikan harus berhenti sebelum kematian menjemput. Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan bersama secara bebas dan maksimal. Tata susunan masyarakat yang dapat menampung individu yang memiliki efisiensi di atas adalah sistem demokrasi yang didasarkan atas kebebasan, asas saling menghormati kepentingan bersama, dan asas ini merupakan sarana kontrol sosial. Mengenai konsep demokrasi dalam pendidikan, Dewey berpendapat bahwa dalam proses belajar siswa harus diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Siswa harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Begitu pula, guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa merasa haus akan pengetahuan. Karena pendidikan merupakan proses masyarakat dan banyak terdapat macam masyarakat, maka suatu kriteria untuk kritik dan pembangunan pendidikan mengandung cita-cita utama dan istimewa. Masyarakat yang demikian harus memiliki semacam pendidikan yang memberikan interes perorangan kepada individu dalam hubungan kemasyarakatan dan mempunyai pemikiran yang menjamin perubahan-perubahan sosial. Dasar demokrasi adalah kepercayaan dalam kapasitasnya sebagai manusia. Yakni, kepercayaan dalam kecerdasan manusia dan dalam kekuatan kelompok serta pengalaman bekerja sama. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa semua dapat menumbuhkan dan membangkitkan kemajuan pengetahuan dan kebijaksanaan yang dibutuhkan dalam kegiatan bersama. Ide kebebasan dalam demokrasi bukan berarti hak bagi individu untuk berbuat sekehendak hatinya. Dasar demokrasi adalah kebebasan pilihan dalam perbuatan (serta pengalaman) yang sangat penting untuk menghasilkan kemerdekaan inteligent. Bentuk-bentuk kebebasan adalah kebebasan dalam berkepercayaan, mengekspresikan pendapat, dan lain-lain. Kebebasan tersebut harus dijamin, sebab tanpa kebebasan setiap individu tidak dapat berkembang. Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat pendidikan merupakan rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan mental dan moral dalam kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang timbul dalam realitas sosial dewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan pemecahan sebagai solusinya. Pikiran dapat dipandang sebagai instrumen yang dapat menyelesaikan problema dan kesulitan tersebut. Di dalam filsafat John Dewey disebutkan adanya experimental continum atau rangkaian kesatuan pengalaman, yaitu proses pendidikan yang semula dari pengalaman menuju ide tentang kebiasaan (habit) dan diri (self) kepada hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, dan kembali lagi ke pendidikan sebagai proses sosial. Kesatuan rangkaian pengalaman tersebut memiliki dua aspek penting untuk pendidikan, yaitu hubungan kelanjutan individu dan masyarakat serta hubungan kelanjutan pikiran dan benda. Kurang lebih ada tiga sumbangan pemikiran Dewey dalam pendidikan: a. Dewey melahirkan konsep baru tentang kesosialan pendidikan. Disini dijelaskan bahwa pendidikan memiliki fungsi sosial yang dinyatakan oleh Plato dalam bukunya, Republic, dan selanjutnya oleh banyak penulis disebutkan sebagai teori pendidikan yang umum. Tetapi Dewey lebih dari itu, bahwa pendidikan adalah instrumen potensial tidak hanya sekedar untuk konservasi masyarakat, melainkan juga untuk pembaharuannya. Ini ternyata menjadi doktrin yang akhirnya diakui sebagai demokrasi, dimana Dewey memperoleh kredit yang tinggi dalam hal ini. Selanjutnya hubungan yang erat antara pendidikan dan masyarakat; bahwa pendidikan harus terefleksikan dalam menajemennya dan dalam kehidupan di sekolah terefleksi prinsip-prinsip dan gagasan-gagasan yang memotivasi masyarakat. Akhirnya proses pembelajaran adalah lebih tepat disuasanakan sebagai aktivitas sosial, sehingga iklim kerja sama dan timbal balik menggeser suasana kompetensi dan keterasingan dalam memperoleh pengetahuan. b. Dewey memberikan bentuk baru terhadap konsep keberpusatan pada anak. Dalam hal ini pemikiran Dewey berdasar pada landasan-lndasan filosofis, sehingga lebih kuat jika dibandingkan dengan para pendahulunya. Demikian pula pada sebuah penelitiannya tentang anak menjadi lebih meyakinkan dengan dukungan pendekatan keilmuan dan tidak terkesan sentrimental. c. Proyek dan problem solving yang mekar dari sentral konsep Dewey tentang pengalaman telah diterima sebagai bagian dalam tekhnik pembelajaran di kelas. Meskipun bukan sebagai pencetus, namun Dewey membangunnya sebagai alat pembelajaran yang lebih sempurna dengan memberi kerangka teoritik dan berbasis eksperimen. Dengan demikian, Deweylah yang telah membawa orang menjadi tetarik untuk menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di sekolah, termasuk digalakannya kegiatan berlatih menggunakan inteligensi dalam rangka penemuan. Dengan ketiga penekanan dalam pendidikan tersebut, telah memberikan udara segar terhadap konsep pendidikan sebagai suatu proses sosial terkait erat dengan kehidupan masyarakat secara luas di luar sekolah; dan sebaliknya hal ini juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan kehidupan mesyarakat di sekolah, dan hubungan antara guru dan pengajaran Dari penjelasan di atas mengenai pendapat Dewey tentang pragmatisme yang dikenal juga dengan istilah instrumentalisme, dapat diberikan kritik terhadap pemikiran Dewey tersebut, yaitu: 1. Instrumemtalisme Dewey berpendapat bahwa berpikir sebagai alat untuk memecahkan masalah. Dengan demikian maka ia mengesampingkan penelitian ilmu murni yang secara langsung berlaitan dengan kehidupan konkret. 2. Eksperimentalisme Kita menguji kebenaran suatu peoposisi dengan melakukan percobaan. Dengan demikan maka tidak ada kebenaran yang pasti dan dapat dijadikan pedoman dalam bertindak. Misalnya: suatu UU terus menurus diuji. Lantas, kapan masyarakat bisa amenjadikan UU itu sebagai pedoman untuk bertindak? Pendek kata dalam hidup bermasyarakat, kita memerlukan kebenaran yang ditetapkan, bukan terus-menerus diuji. 3. Pendidikan Dewey menwkankan pendidikan formal berdasarkan minat anak-anak dan pelajaran yang diberikan hendaknyadisesuaikan dengan minat anak-anak. Dengan pandangan yang demikian maka pelajaran yang berlangsung di sekolah tidak difokuskan karena minat setiap anak itu berbeda-beda. Demikian juga dengan pelajaran-pelajarn pokok yang harus diajarkan kepada anak-anak tidak dapat diterapkan dengan baik. 4. Moral Penolakan dewey terhadap gagasan adanya final end berdasarkan finalis kodrat manusia dan sebagai gantinya ia menekankan peran ends-in-view, membuat teorinya jatuh pada masalah ”infinite regress” (tidak adanya pandangan yang secara logis memberi pembenaran akhir bagi proses penalaran. Karena adanya final end yang berlaku universal ditolak dan yang ada adalah serangklaian ends-in-view maka pembenaran terhadap ends-in-view tidak pernah dilakukan secara defenitif. Akibatnya tidak ada tolak ukur yang tegas untuk menilai tindakannitu baik atau tidak. Kesimpulan Satu hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa pragmatisme merupakan filsafat bertindak. Dalam menghadapi berbagai persoalan, baik bersifat psikologis, epistemologis, metafisik, religius dan sebagainya, pragmatisme selalu mempertanyakan bagaimana konsekuensi praktisnya. Setiap solusi terhadap masalah apa pun selalu dilihat dalam rangka konsekuansi praktisnya, yang dikaitkan dengan kegunaannya dalam hidup manusia. Dan konsekuensi praktis yang berguna dan memuaskan manusia itulah yang membenarkan tindakan tadi. Dalam rangka itulah, kaum pragmatis tidak mau berdiskusi bertele-tele, bahkan sama sekali tidak menghendaki adanya diskusi, melainkan langsung mencari tindakan yang tepat untuk dijalankan dalam situasi yang tepat pula. Kaum pragmatis adalah manusia-manusia empiris yang sanggup bertindak, tidak terjerumus dalam pertengkaran ideologis yang mandul tanpa isi, melainkan secara nyata berusaha memecahkan masalah yang dihadapi dengan tindakan yang konkret. Karenanya, teori bagi kaum pragmatis hanya merupakan alat untuk bertindak, bukan untuk membuat manusia terbelenggu dan mandeg dalam teori itu sendiri. Teori yang tepat adalah teori yang berguna, yang siap pakai, dan yang dalam kenyataannya berlaku, yaitu yang mampu memungkinkan manusia bertindak secara praktis. Kebenaran suatu teori, ide atau keyakinan bukan didasarkan pada pembuktian abstrak yang muluk-muluk, melainkan didasarkan pada pengalaman, pada konsekuansi praktisnya, dan pada kegunaan serta kepuasan yang dibawanya. Pendeknya, ia mampu mengarahkan manusia kepada fakta atau realitas yang dinyatakan dalam teori tersebut. Pragmatisme mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik terhadap pendekatan ideologis dan prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendekatan ideologis, pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan, misalnya fungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala macam teori tentang cita-cita, filsafat, rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali tidak memiliki konsekuansi praktis. Bagi kaum pragmatis, yang penting bukan keindahan suatu konsepsi melainkan hubungan nyata pada pendekatan masalah yang dihadapi masyarakat. Sebagai prinsip pemecahan masalah, pragmatisme mengatakan bahwa suatu gagasan atau strategi terbukti benar apabila berhasil memecahkan masalah yang ada, mengubah situasi yang penuh keraguan dan keresahan sedemikian rupa, sehingga keraguan dan keresahan tersebut hilang. Dalam kedua sifat tersebut terkandung segi negatif pragmatisme dan segi-segi positifnya. Pragmatisme, misalnya, mengabaikan peranan diskusi. Justru di sini muncul masalah, karena pragmatisme membuang diskusi tentang dasar pertanggungjawaban yang diambil sebagai pemecahan atas masalah tertentu. Sedangkan segi positifnya tampak pada penolakan kaum pragmatis terhadap perselisihan teoritis, pertarungaan ideologis serta pembahasan nilai-nilai yang berkepanjangan, demi sesegera mungkin mengambil tindakan langsung. Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, kaum pragmatisme menghendaki pembagian yang tetap terhadap persoalan yang bersifat teoritis dan praktis. Pengembangan terhadap yang teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang praktis dapat mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proporsionalisasi yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkan materialisme terselubung ketika terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan juga tidak dapat mengabaikan kebutuhan praktis masyarakat, sebab kalau demikian yang terjadi berarti pendidikan tersebut dapat dikatakan disfungsi, tidak memiliki konsekuansi praktis. DAFTAR PUSTAKA Bernstein, The Encyclopedia of Philosophy Hadiwijono, H, Dr, Sari Sejarah Filsafat 2, Kanisius, Yogyakarta, 1980 Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 2001 Asy-Syarafa, Ismail, Ensiklopedi Filsafat diterjemahkan oleh Shofiyullah Mukhlas, Khalifa, Jakarta, 2002 Twentieth-century thinkers: Studies in the work of Seventeen Modern philosopher, edited by with an introduction byJohn K ryan, alba House, State Island, N.Y, 1964 D. Budiarto, Metode Instrumentalisme – Eksperimentalisme John Dewey, dalam Skripsi, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta, 1982 A. Sonny Keraf, Pragmatisme menurut William James, Kanisius, Yogyakarta, 1987 R.C. Salomon dan K.M. Higgins, Sejarah Filsafat, Bentang Budaya, Yogyakarta, 2003 http://seniindonesia.multiply.com/journal/item/7/pendidikan_Indonesia_harus_punya_nilai_pragmatis_John_DeweY http://stishidayatullah.ac.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=58 http://macharos.page.tl/PRAGMATISME-PENDIDIKAN.htm?PHPSESSID 2dd7 59e3cdc81d1331b5ced914a3901 http://www.blogger.com/feeds/7040692424359669162/posts/default/5681105702265120331 http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-13.html

Selasa, 10 Januari 2012

Control is Your hand

Beberapa waktu lalu di surat kabar lokal dituliskan merebaknya bisnis internet cukup memberi dampak yang negatif ntuk masyarakat, termasuk anak-anak muda seusia kita. Warung-warung internet (atau lebih sering disebut warnet) makin bermunculan di mana- mana, dari kota-kota gede seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Yogya hingga desa-desa. Memang sih, teknologi ini sangat membantu dalam memberi informasi yang cepat dan luas. Tapi menurut surat kabar lokal tersebut dan menurut beberapa survey, justru banyak penggguna jasa internet gak menggunakan fasilitas teknologi untuk hal-hal yang positif. Banyak orang yang ke warnet bukannya mencari informasi yang berguna malah hanya untuk mengakses situs-situs porno. Warnet seperti dua sisi mata uang koin. Informasi positif dan negatif berdampingan gak terpisahkan. Walaupun ada warnet-warnet yang memiliki proteksi untuk situs porno tersebut, tetap saja lebih banyak warnet yang gak peduli dengan apa yang dibuka oleh pelanggannya. Menurut mereka itu hak pelanggan untuk membuka situs apa saja. Undang-undang pun gak terlalu ketat dalam menangani ini, razia polisi paling banter menyita CPU yang mengandung content pornography. Tapi bagi pengguna sendiri, belum ada cara yang valid untuk merazia atau menghentikannya. So, gimana dong? kalo sudah gini proteksi yang paling yahud ya pengendalian diri. Godaan di dalam warnet sangat mungkin terjadi, bahkan di antara kalian juga mengalami godaan itu. Atau malah ada yang sudah jadi penonton wajib situs-situs yang begituan. Di ruangan atau bilik warnet, kita seperti di dalam tama Eden. Semua boleh dimakan, tapi ada satu yang Tuhan gak boleh sentuh, pohon terlarang. Kita punya kehendak bebas untuk mengakses situs apa saja , tapi kita tahu ada situs-situs yang mendukakan Tuhan kalo kita mengaksesnya, Pilihan dan kontronl ada di dalam diri kita sendiri, dan tentu saja mata Tuhan melihat pilihan-pilihan yang kita buat.

Need a Handle

Yukk kita ingat-ingat kembali masa kecil kita. Dulu sewaktu kecil tentu kita ngerasa takut kalo tidur sendirian apalagi kalo lagi hujan deres dan tiba-tiba ada petir menyambar. Supaya kita gak takut, ortu kita suka ngasih boneka ataupun guling untuk kita pegang. Entah kenapa setelah kita memegang bonek atau guling itu baru bisa tidur pulas. Hal yang sama juga terjadi ketika kita terpaksa berdiri sewaktu naik bus umum. Guncangan yang terjadi pada bus tentu akan membuat kita secara spontan berpegangan pada Handle Bus. Setelah berpegangan pada Handle Bus itu kita baru merasa aman dari guncangan. Demikian halnya dalam hidup kita, kita selalu membutuhkan pegangan. We need a hendle. Pegangan dalam hidup manusia adalah sesuatu yang membuat manusia merasa aman. Ketika kita merasa kesepian, kita menjadikan ortu atau kakak sebagai pegangan. Ketika kita menghadapi masalah yang berat kita pun mencari seseorang yang dapat menjadi sumber pertolongan. Hal itu tidaklah salah. Namun sadarkah kalo kita gak selalu bisa menjadikan seseorang sebagai pegangan. Manusia itu terbatas dan ada kalanya dia gak bisa selalu ada di sisi kita. Bahkan seringkali mereka justru gak bisa menolong dan malah mengecewakan kita. Boleh-oleh aja sih berpegangan pada manusia namun jadikanlah itu sebagai prioritas kedua. Tetaplah berpegang kepada Tuhan sebagai sumber pelindung utama kita. Tahukah kita, tanpa kita sadari kita sibuk kesana-kemari mencari seseorang untuk menjadi pegangan bagi kita padahal ada sesuatu yang gak terlihat yang menggenggam erat hidup kita. Genggaman itu gak pernah lepas dan selalu menjadi penopang dalam hidup kita. Yang perli kita lakukan hanyalah tinggal tenang dalam genggaman tangan Bapa. Jangan habiskan tenagamu untuk mencari sumber pertolongan yang sia-sia. Than Allah yang akan senantiasa memberi pertolongan bagi kita. Kalo kamu hari ini sedang mencari pegangan hidup. Carilah Tuhan and you will find you handle.

Gak Ngerasa Cukup ?

Manusia tuh emang gak pernah ngerasa cukup ya.Udah punya yang ini pengen yang itu.Kalo orang laen punya sesuatu yang canggih,gak mau kalah langsung beli yang lebih keren lagi.Udah punya hape polyphonic,pengen yang 3G,eh sekarang minta lagi yang 3,5G.Hadewhh,emang dasar manusia.Kapan puasnya??Gak jarang mereka pake cara yang super gila en gak masuk akal.Makannya kalian gue gak heran kalau merek sering terbelit hutang.Lebih gila lai berita yang satu ini Guys. Sebuah surat kabar memberitakan kalo ada seorang cewek nekat memasang iklan di internet untuk menjual ginjalnya.Cewek berusia 20 tahun yang ternyata tinggal di Indonesia ini gak tanggung-tanggung lo,dia mematok harga sampe 600 juta untuk satu ginjalnya.Wow!! udah ada tiga orang yang tertarik membeli ginjalnya.Namun gak deal gara-gara mereka Cuma berani menawar dengan harga 100 juta untuk sebuah ginjalnya.sepertinya berita kayak gini udah nggak asing lagi di telinga kita .Tren jual beli ginjal emng lagi heboh dilakukan,apalagi kalo bukan harganya yang mencapai ratusan juta rupiah. Bayangin sob,,gara-gara ngerasa gak cukup dengan apa yang dimiliki,organ tubuh nekat dijual..ckck..fenomena apa lagi ini ?Truz gimana dengan Kalian semuah??Apakah kamu juga ngerasa belum cukup dengan apa yang kamu punya sekarang? Kebahagiaan itu gak bisa di ukur ama apa yang kita miliki,termasuk uang kita.Kita baru ngerasa bahagia kalau kita bisa mensyukuri apa yang ada pada kita.Dan tetaplah mengucap syukur kepada Tuhan,buat dirimu bahagia denga apa yang kamu punya. Kawan,menjadi bahagia adalah sebuah pilihan dan nggak bisa ditentuin ama kondisi .Jangan pernah berpikir kalo kebahagiaan tuh bisa didapat dari barang-barang mewah yang bisa kita miliki.Barang-barang kayak gitu Cuma ngasih kebahagiaan sesaat,kalau udah bosen,hati kita akan kosong lagi.kalo toh gak punya sesuatu kayak orang laen,kita masih tetap bisa bahagia kok.Selama Tuhan beserta kita,percaya deh kalo kita gak akan kekurangan.So,bersyukurlah kepadaNya dalam segala hal.

Senin, 02 Januari 2012

Sejarah Virus

Perkembangan virus tidak lepas dari perkembangan komputer di dunia. Program pertama di dunia yang dianggap sebagai virus adalah program bernama “Elk Cloner”. Program ini merupakan virus komputer pertama yang banyak menginfeksi orang. Program “Elk Cloner” dibuat pada tahun 1982 oleh programmer bernama Richard Skrenta. Virus ini menyerang komputer dengan sistem operasi Apple DOS 3.3 dan disebarkan menggunakan floopy disk. Program “Elk Cloner” merupakan virus yang diikutkan bersama dengan game. Ketika disk yang berisi program game dan virus tersebut digunakan ke-50 kali, virus Elk Cloner akan mulai aktif dan menampilkan teks berikut dilayar yang kosong. It will get on all your disks. It will infiltrate your disks. Yes it’s Cloner ! It will stick to you like glue. It will modify RAM too. Send in the Cloner ! Adapun virus komputer pertama untuk komputer PC yang dikenal adalah ©Brain yang dibuat oleh dua bersaudara berkebangsaan Pakistan bernama Basit dan Amjaad Farooq Alvi di kota Lahore, Pakistan. Sebelum menjamurnya jaringan komputer, virus kebanyakan mennyebar melalui media removable terutama disket, Karena disket saat itu merupakan satu-satunya media pertukaran data di awal-awal berkembangnya PC. Sebagian virus menginfeksi program yang disimpan dalam disket, sementara virus lainnya menginstal diri mereka pada boot sector dari disket. Dengan demikian, virus akan tereksekusi seandainya pengguna komputer membooting komputer dari disket. Sejak pertengahan 1990-an, virus makro mulai bermunculan. Namun makro berasal dari bahasa yang digunakan untuk membuat virus, yakni bahasa macro yang merupakan fasilitas dari aplikasi Microsoft Office, seperti Word dan Excel. Virus ini menyebar di komputer yang menggunakan aplikasi Microsoft Office.

Mengenal Virus Komputer

Jika Anda sebagai pengguna komputer dengan sistem operasi Windows, tentu pernah merasakan bagaimana repotnya bekerja di komputer yang terkena virus. Komputer rasanya lambat, sehingga bekerja pun menjadi kurang nyaman. Beberapa programmer-programmer virus juga tidak rela jika program komputernya hanya akan memperberat kinerja memory saja yang menyebabkan performa komputer menjadi lambat. Oleh karena itu, mereka ingin menambahkan penderitaan pengguna komputer dengan cara menyembunyikan file (terutama file dokumen) dan menggantinya dengan file virus tersebut. Virus komputer adalah sebuah program komputer yang bisa menyalin dirinya sendiri dan menginfeksi komputer tanpa sepengetahuan pengguna komputer tersebut, atau dengan kata lain virus komputer adalah program illegal yang masuk dan merusak sistem operasi atau aplikasi di komputer Anda. Yang perlu Anda ingat bahwa virus tidak merusak perangkat Hardware komputer, tapi hanya merusak perangkat lunak saja. Beberapa virus yang lebih tinggi tingkatnya tidak hanya bisa menyalin dirinya sendiri . virus seperti ini disebut metamorphic virus, atau dalam bahasa Indonesia disebut virus yang bisa berubah wujudnya. Selain virus, adapun software merugikan sebangsa virus yang terkenal dengan istilah nama Worm dan Kuda Troya (Trojan Horse). Worm adalah aplikasi komputer seperti virus yang dapat disebarkan tanpa harus ada program induk aslinya, sedangkan Kuda Troya adalah file yang terlihat seperti tidak berbahaya namun menjadi berbahaya ketika dieksekusi. Berbeda dengan virus, Kuda Troya tidak memasukkan kode mereka ke file-file komputer lain. Cara kerja virus komputer yang dapat merusak diantaranya sebagai berikut : Merusak program aplikasi tertentu. Menghapus file dan menghilangkannya dari komputer. Memformat harddisk. Menyalin file virus ke seluruh folder. Menampilkan pesan dalam bentuk teks, video ataupun audio. Menyedot pengalokasian memori komputer, sehingga performa komputer melambat dan terkadang bisa hang/crash atau bahkan kehilangan data. Mematikan fungsi Task Manager dan Registry Editor. Perkembangan virus komputer ini sangat cepat. Bahkan pengamat menyatakan bahwa virus-virus baru diciptakan dan muncul tiap hari di internet.

Virus HIV Aids

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang sangat berbahaya dan mematikan, virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga rusaknya sistem tersebut dapat menyebabkan timbulnya AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang merupakan sekumpulan gejala dan infeksi. HIV sendiri dapat mudah menular melalui kontak langsung terhadap manusia itu sendiri lewat lapisan kulit dalam atau aliran darah, proses penularannya bisa melalui hubungan intim, jarum suntik yang sudah terkontaminasi, transfusi darah, ibu dan anak yang masih dalam kandungan serta menyusui dan masih banyak lagi cara penularan virus tersebut melalui kontak cairan tubuh lainnya. Perkembangan virus tersebut di Indonesia sangat mengkhawatirkan, pengidap HIV-AIDS terbesar di Indonesia saat ini berusia 15-29 tahun. Menurut sumber sampai Maret 2010, secara akumulatif kasus AIDS di Indonesia mencapai 20.564 kasus, 561 kasus di antaranya adalah kasus baru. Angka tersebut belum dipastikan semuanya yang terkena virus ini, karena masih banyak orang yang belum diketahui apakah orang tersebut sudah terkena virus ini. Masalah ini kembali ke kesadaran kita masing-masing untuk berhati-hati dan sebaiknya memeriksakan kesehatan diri kita. Sampai saat ini belum dipastikan ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit/virus yang berbahaya ini. Tetapi menurut kabar dari luar, bahwa ada 1 orang yang bisa sembuh melawan penyakit/virus ini. Orang yang bernama Timothy Ray Brown adalah orang pertama di dunia yang bisa sembuh dari penyakit/virus HIV, kejadian ini terkesan memang aneh dan mustahil ternyata ada orang yang dapat sembuh total dari penyakit ini. Berikut ciri ciri HIV pada orang dewasa secara umum : Batuk kering atau flu yang tidak kunjung sembuh-sembuh Kulit tersa gatal di seluruh tubuh Herpes zoster (mirip cacar air, atau disebabkan virus yang juga mengakibatkan cacar air, virus herpes) yang juga tidak kunjung sembuh Pembengkakan kelenjar (di leher, ketiak, atau selangkangan) dengan atau tanpa infeksi aktif. Candidiasis, yaitu tanda-tanda putih (ruam) pada mulut, lidah, atau tenggorokan Maka dari itu kita perlu berhati-hati dalam beraktifitas sehari-hari, karena virus ini sangat mudah menular. Kita harus jaga selalu kesehatan dan tidak lupa untuk meningkatkan iman dan ketaqwaan kita kepada sang pencipta, karena hanya Dia yang dapat menolong kita didunia ini.

Teori Organisasi Klasik

Tidak asing bagi kita mendengar kata klasik, pada tulisan ini akan dijelaskan teori yang mengenai kata klasik tersebut. Jika kita mendengar kata klasik pasti ingat ke masa lampau, karena memang kata ini berasal dari masa lampau yang kental sekali dengan ke tradisionalannya, tetapi kata tersebut tidak kolot atau ketinggalan jaman. Kita akan menghubungkan dengan Teori Organisasi, jadi inti dari tulisan ini akan membahas tentang Teori Organisasi Klasik. Teori ini biasa disebut dengan “teori tradisional” atau disebut juga “teori mesin”. Berkembang mulai 1800-an (abad 19). Dalam teori ini organisasi digambarkan sebuah lembaga yang tersentralisasi dan tugas-tugasnnya terspesialisasi serta memberikan petunjuk mekanistik struktural yang kaku tidak mengandung kreatifitas. Dikatakan teori mesin karena organisasi ini menganggap manusia bagaikan sebuah onderdil yang setiap saat bisa dipasang dan digonta-ganti sesuai kehendak pemimpin. Menurut HENRY FAYOL (1841-1925) Teori organisasi klasik mengklasifikasikan tugas manajemen yang terdiri atas : 1. Technical ; kegiatan memproduksi produk dan mengorganisirnya. 2. Commercial ; kegiatan membeli bahan dan menjual produk. 3. Financial ; kegiatan pembelanjaan. 4. Security ; kegiatan menjaga keamanan. 5. Accountancy ; kegiatan akuntansi 6. Managerial ; melaksanakan fungsi manajemen, yang terdiri atas : - Planning ; kegiatan perencanaan - Organizing ; kegiatan mengorganisasikan - Coordinating ; kegiatan pengkoordinasian - Commanding ; kegiatan pengarahan - Controlling ; kegiatan pengawasan Jadi Teori Organisasi Klasik mendefinisikan organisasi sebagai struktur hubungan wewenang, tujuan, peranan, kegiatan, komunikasi dan faktor-faktor lain yang terdapat bila orang-orang bekerja bersama. Teori Organisasi Klasik terdiri atas Teori Birokrasi, Administrasi dan Manajemen Ilmiah. Sumber : http://ragungbudianto.blogspot.com/2011/10/14-teori-organisasi.html http://rnrian.blogspot.com/2011/03/teori-organisasi-klasik.html Nama : Selvi Eka Chrisnawati Kelas : 2KA25 Npm : 16110436

Teori Manajemen Ilmiah

Teori organisasi dibagi atas 5 klasifikasi yaitu 1. Teori manajemen ilmiah 2. Teori organisasi klasik 3. Teori organisasi hubungan antar manusia 4. Teori behavioral science 5. Teori aliran kuantitatif Dalam tulisan ini akan dibahas Teori Manajemen Ilmiah, teori ini merupakan termasuk kedalam Teori Organisasi Klasik, karena dalam teori ini juga berhubungan dengan adanya Tujuan, wewenang, kegiatan dan kerjasama. 1. Teori Manajemen Ilmiah Menurut beberapa ahli : -Herrrington Emerson (1853 – 1931) : Berpendapat bahwa penyakit yang mengganggu sistem manajemen dalam industri adalah adanya pemborosan dan inefisinesi. Oleh karena itu ia menganjurkan : 1. Tujuan jelas 2. Kegiatan logis 3. Staf memadai 4. Disiplin kerja 5. Balas jasa yang adil 6. Laporan terpecaya 7. Urutan instruksi 8. Standar kegiatan 9. Kondisi standar 10. Operasi standar 11. Instruksi standar 12. Balas jasa insentif -Frederick Winslow Taylor Pertama kali manajemen ilmiah atau manajemen yang menggunakan ilmu pengetahuan dibahas, sekitar tahun 1900-an. Taylor adalah manajer dan penasihat perusahaan dan merupakan salah seorang tokoh besar manajemen. Taylor dikenal sebagai Bapak Manajemen Ilmiah. -Henry Laurance Gantt (1861 1919) Adapun gagasan yang dicetuskannya yaitu : kerja sama yang saling menguntungkan antara manajer dan tenaga kerja untuk mencapai tujuan bersama. mengadakan seleksi ilmiah terhadap tenaga kerja. pembayar upah pegawai dengan menggunakan sistem bonus. penggunaan instruksi kerja yang terperinci. -The Gilbreths (Frank B. Gilbreth : 1868-1924 dan Lilian Gilbreth : 1878-1972). Pasangan suami istri ini bekerjasama mempelajari aspek kelelahan dan gerak (fatique and motion studies). Disamping itu Lilian juga tertarik dengan usaha membantu pekerja, menurut Lilian, sasaran akhir manajemen ilmiah adalah usaha membantu karyawan menampilkan kemampuannya yang penuh sebagai mahluk manusia. Banyak manfaat dan jasa yang diberikan oleh Manajemen Ilmiah, namun satu hal yang dilupakan oleh manajemen ini, yaitu kebutuhan social manusia dalam berkelompok, karena terlalu mengutamakan keuntungan dan kebutuhan ekonomis dan fisik perusahaan dan karyawan. Aliran ini melupakan kepuasan pekerjaan karyawan sebagai manusia biasa. Jadi dapat kita simpulkan bahwa Teori Manajemen ilmiah berbagi dengan teori administrasi dan teori birokrasi yang menekankan pada sisi logika, perintah dan hirarki dalam organisasi. Seperti halnya dalam teori administrasi, di dalam manajemen ilmiah terdapat bias perbedaan pada praktek manajemennya. Sumber : http://danoewins.wordpress.com/2009/10/01/teori-organisasi-umum/ http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/11/perkembangan-teori-manajemen_26.html http://thekicker96.wordpress.com/2010/10/06/teori-manajemen-ilmiahklasik/ Nama : Selvi Eka Chrisnawati Kelas :2KA25 Npm : 16110436